Hahahaha... jarang sekali mosting di pagi hari. Yang berbeda yang berkarya.
Pagi yang sangat indah sekaligus masih diselimuti hawa dingin. Dengan masih menggunakan pakaian tidur ala Muhammada Ma’elbaqar, yaitu berjaket, selimut dari sarung yang sejak beli tak pernah dicuci, dan celana panjang levis (memilih yang tebal karena takut yang didalam celana goyang dombret alias kedinginan), melakukan kegiatan pagi pertama kali, yaitu mosting blog. Hahahahaha.. tanpa cuci muka, gosok gigi, dan lain sebagainya. Saking penginnya berbagi cerita dengan teman-teman blogger’s.
Oke, teman-teman,
Apakah kalian tahu tentang jagongan media rakyat 2010 ? Atau sebuah kamera yang terbuat dari kaleng rokok atau kaleng soda? Jika kalian yang pada belum tahu mengenai keberadaan acara jagongan media rakyat dan kamera tersebut, maka sebentar lagi, dipostingan kali ini kalian akan segera mengetahuinya.
***
Sekarang setting waktu kita mulai dari sore hari Jumat, sehabis jumatan.
Setelah sibuk di pagi hari mengurus acara diskusi remaja yang berakhir dengan mesra, walaupun ada sedikit kritikan dari salah seorang peserta yang katanya diskusi tentang novel pop pagi ini terlalu banyak permainannya daripada pemahaman tentang novel pop pesantren. Tapi tak membumihanguskan semangat kami untuk terus menerus berkarya.
Nah, sehabis jumatan, komunitas coret di undang di acara Jagongan Media Rakyat 2010 yang bertempat di Jogja National Museum (ISI lama), Yogyakarta.
Jagongan media rakyat 2010 diselenggarakan oleh CRI (Combine Resource Institution), dari tanggal 22 – 25 Juli 2010. Didukung salah tiganya oleh HIVOS, Ford Foundation, CRI, (aku lupa siapa lagi pendukungnya). Semacam jejaring komunitas, yang menempatkan seluruh komunitas dari berbagai daerah dan berbagai macam jenis komunitas dalam satu area, yaitu di Jogja Nasional Museum. Di jagongan media rakyat ini, kalian akan menemukan berbagai macam bentuk komunitas, diantaranya komunitas jurnalistik, komunitas film, komunitas fotografer, komunitas seni cungkil, komunitas seni memahat batu, komunitas membuat keramik/gerabah, dan yang belum pernah kutemui yaitu komunitas lubang jarum (pinhole). Mereka semua dikumpulkan di satu area berbentuk stand-stand kecil tapi ramai sekali pengunjungnya (ini Saya lihat di hari pertama setelah pembukaan).
Nah, di jagongan media rakyat, Komunitas Coret diberi jatah/kesempatan untuk berbicara mengenai Komunitas Coret. Bertema “Yang Berbeda Yang Berkarya”, kami yang diwakili oleh 3 teman kami, yaitu Dimas, Pekik, dan Eni, mengemukakan tentang toleransi remaja bahwa keberagaman bukanlah ancaman.
Pendidikan toleransi yang diberikan di sekolah-sekolah dinilai masih belum cukup. Intoleransi berupa ketertutupan antara kelompok anakk muda terhadap kelompok lain justru semakin subur di lingkungan sekolah. Pendidikan sekolah lebih mengutamakan pencapaian prestasi sehingga cenderung mengabaikan penanaman toleransi. Pendidikan di sekolah justru seringkali memberi ruang bagi pemahaman agama dan ideologi yang intoleran. Situasi intoleran pun menggejala di kalangan anak muda seperti kekerasan antarkelompok dan diskriminasi kelompok minoritas di lembaga pendidikan.
Remaja harus bisa memahami bahwa keberagaman adalah suatu yang alamiah, bukan ancaman. Keberagaman bisa dikelola sebagai potensi untuk menumbuhkan kebersamaan. Nah, di Komunitas Coret, kami diajari mengenai multikulturalisme tidak hanya secara teoritis, tapi juga melalui pengalaman hidup berkomunitas.
Kami berharap anak-anak remaja bisa lebih kritis terhadap lingkungan sekitar dengan menuangkan pemikiran dalam bentuk media penulisan atau video. Kami juga berharap agar diadakan sosialisasi penanaman toleransi yang digelar melalui workshop kreatif pembuatan video dan penulisan, yang dipublikasikan ke sekolah-sekolah. Disini para peserta workshop diajak berkenalan dengan keberagaman manusia. Anak muda jangan sampai menganut ideologi yang menunggalkan segala sesuatu. Penyadaran keberagaman harus dimulai dari anak muda itu sendiri.
Menurut hasil observasi Komunitas Coret di beberapa SMA, khususnya di Yogyakarta. Toleransi keberagaman makin luntur. Organisasi keagamaan di beberapa sekolah juga lebih berkuasa dibandingkan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah).
Begitulah kiranya kami mengungkapkan toleransi keberagaman di kalangan remaja, khususnya di kalangan remaja sekolah.
YANG BERBEDA YANG BERKARYA
***
Hampir setengah jam diskusi selesai. Tak langsung pulang akan tetapi berkeliling melihat stand-stand di area ini. Ketika sampai di stand Komunitas Lubang Jarum (pinhole), rasanya ada sesuatu yang berbeda di stand ini. Coba bayangkan, ternyata ada kamera yang bisa dibuat dengan kotak/kaleng bekas rokok atau minuman.
Sebenarnya kamera lubang jarum itu dapat diartikan secara harfiah adalah menangkap cahaya menggunakan kaleng bekas atau kardus sebagai kameranya. Pada bagian dalam kaleng atau kardus itu dicat hitam agar kedap cahaya. Setelah itu di salah satu bagian dibolongi dengan jarum, kecil saja bahkan kadang-kadang tidak perlu sampai menembus. Inilah yang digunakan sebagai kamera. Sebagai filmnya, digunakan kertas film yang banyak dijual di toko peralatan fotografi. Setelah itu proses mencuci film dilakukan di dalam kamar gelap. Serangkaian proses panjang inilah yang menjadi “bumbu” pemikat bagi para penggemarnya untuk terus bereksperimen dengan kamera lubang jarum mereka. Bukan tidak mungkin gagal, karena prosesnya yang “purba” ini kemungkinan gagal justru terbuka lebar. Semisal terlalu banyak cahaya yang masuk sehingga kertas film terbakar, atau proses cuci yang tidak tepat bisa membuat kita kehilangan momen yang kita rekam.“Disini kita jadi sering bereksperimen, mencari batasan-batasan yang dapat dikerjakan oleh kamera ini. Sampai sejauh mana kondisi yang optimal untuk dapat membuat foto yang baik. Proses ini adalah proses belajar dan kreativitas tiada akhir.
Sekarang cara membuat kamera lubang jarum itu sendiri.
Cara buat kamera lubang jarum
1. Siapkan kaleng tempat rokok
2. pilox dgn warna hitam
3. lubangi kaleng tsb dg bor / paku
4. di lubang tadi letakkan guntungan kaleng softdrnk yg sudah diamplas dan dilubangi dengan JARUM (sebagai diafragma).
5. rekatkan lempengan tsb di kaelng rkok dg gunakan lakban hitam.
6. tutup lubang diafaragma tadi dng lakban hitam (sebagai shutter speed).
7. bila kertas (bis lucky, ilford, chenfu) sebagai media untuk menangkap image.(kalo di jkt ada di ps. baru)
8. jika akan hunting masukkan kertas film tadi. Tentunya di tempat gelap or changging bag.
9. beli developper dan fixer buat nyucinya.
10. kalo masih bingung atau bagi yang pura-pura paham padahal sebenarnya gag paham, mungkin bisa pelajari lebih lanjut di website-nya, yaitu pinholeindonesia.net atau kamerapinjaman.com
Pertama kali memang hasilnya jelek, tapi jika terus berlatih pasti akan semakin baik hasilnya.
Teruslah berlatih! SEMANGAT!
***
Oke, teman-teman, sekian dulu postingan kali ini.
Semoga bermanfaat. Amin
Salam karya dan Hiduplah!
0 kritikan:
Posting Komentar
Tempat Menghujat