Selamat Malam Blogger’s..
Oke, teman-teman, postingan kali ini mari kita berdiskusi ria
Langsung saja, tanpa perlu basa-basi dan basi-basa.
***
Sesungguhnya jika kalian merasakan sesuatu yang sangat berbeda di pagi ini, kalian pasti akan terus berada di dalam kamar, menutup badan kalian, dari ujung kepala hingga jemari kaki dengan selimut atau korden jendela. Mengapa? Karena sesungguhya pagi ini, adalah pagi yang sangat dingin.
Sehingga rasa malas pun tercipta. Penyakit itu-->
*beberapa jam berlalu hingga akhirnya selesai mandi.
YEAH! Aku sudah rapi dan tampan kan Tuhan?
***
Kita harus segera menuju ke tempat acara berada, MA Ali Maksum, Krapyak, Jogja. Di situlah kami akan berdendang lidah, bergoyang mulut, untuk diskusi. Tentang tema, yaitu NOVEL POP PESANTREN. Sesampainya di TKP, kami tak santai-santai saja, segala persiapan yang bersangkutan dengan diskusi dengan tema yang sudah disebutan di atas, kami persiapkan semuanya. Mulai dari LCD, Notebook, kertas (segala macam kertas), spidol, bolpoin, mmm…. Bahkan bola pun kami bawa (bingung kan kenapa kami membawa bola?ini akan kami jelaskan lebih lanjut di paragraph berikutnya). Bla.. bla.. bla..
Kami lakukan persiapan hingga akhirnya persiapan selesai tinggal menungu para peserta datang. Karena tempat diadakannya diskusi ini adalah pondok pesantren atau biasa dinamakan Penjara Suci” yang bahasa inggris-na adalah holy jail, maka yang datang 100% (bukan 99% lagi) adalah santri. Kamu tahu apa itu “santri”? Okelah, saya jelaskan.
Santri adalah sebutan, nama, atau julukan bagi seseorang/sekelompok orang yang tinggal di dalam pesantren.
JELAS???
BAGUS! ANAK PINTAR! Hahahahahaha…
“Lama sekali mereka (santri) datang!”gumamku dalam hati sambil meanahan air seni yang sudah di ujung pangkal –
***
Beberapa menit berganti jam telah berlalu. Terkumpul sudah (kurang lebih) 20-an santri yang sudah masuk ruangan, duduk, dan memperhatikan keadaan sekelilingi mereka (seakan-akan ini acara yang aneh).
“Apa masih ada yang diluar?”tanya Mas Pekik, sang narasumber.
“Masih ada tiga kak, untuk yang putri.”jawab salah seorang santri putrid berkerudung merah jambu.
“Oke. Ya sudah kita ngobral ngobrol dulu.”kata Mas Pekik.
Sedang kami mengobrol ngalor-ngidul (entah itu masalah yang berkaitan dengan tema diskusi, atau masalah lain). Beberapa orang masuk, tapi dari santri putra. Sampai obrolan kami hampir terlihat membosankan, akhirnya aku putuskan untuk memulai saja acara diskusi Novel Pop Pesantren, jumat pagi ini.
Pembukaan. (bla..bla..bla)
Nah, sekarang mari kita bahas bola. Mengapa bola bisa-bisanya kami bawa ke acara yang semi-formal ini. Oke. Pertama begini, bola adalah sesuatu yang akrab dengan kita, apalagi anak cowok. Hmmm. Sebelum memasuki sesi diskusi, kami selalu membuat satu sesi untuk membuat audience dan narasumber (pemateri) sedikit banyak lebih saling mengenal. Kita namakan sesi ini, dengan sesi perkenalan. Dan kami ingin membuat sesi perkenalan ini menarik, salah satunya dengan bola.
Cara mainnya begini, jika salah seorang menerima atau terkena bola yang dilemparkan oleh temannya/si pelempar, maka yang kena tersebut akan memperkenalkan diri. Paham? (bbbrrrttt..bbrrrtt). Oke! Kami anggap Anda (para pembaca) paham. Atau mungkin malah, kalian sudah lebih dulu tahu tentang permainan ini. Alhamdulilah, ada yang lebih pintar dari kami. Hehehe.
***
Sesi selanjutnya adalah sesi diskusi.
“Untuk Mas Pekik, kami persilahkan!”kata sang moderator.
Novel Pop Pesantren
Apa itu Novel Pop?
• Istilah novel pop sering dimaknai sebagai novel picisan, novel pinggiran, dan novel yang memiliki kualitas rendah.
• Pemisahan sastra serius dan sastra populer di Barat dikenal dengan pemisahan karya avant-garde dan karya kitsch
Di Indonesia, gejala munculnya sastra populer terjadi sejak pertengahan dasawarsa 70-an. Ditandai dengan muncul dua penulis yang berhasil menarik minat pembaca, yakni Marga T dengan Karmila dan Ashadi Siregar dengan Cintaku di Kampus Biru yang menimbulkan candu bagi pembaca.
Nah, sekarang kita sudah tahu pengertian dari novel pop. Selanjutnya kita masuk ke penjelasan atau pengertian dari novel pop pesantren.
Apa yang dimaksud novel pop pesantren?
Novel yang ditulis oleh santri dan atau menceritakan tentang kehidupan santri
Sebelum novel pop pesantren berkembang di Indonesia sudah ada sastra pesantren yang lebih mengarah kepada ekspresi cinta kepada Allah SWT. Misalnya karya-karya sufistik Emha Ainun Nadjib dan A. Mustofa Bisri.
Lalu kapan novel pop pesantren itu muncul?
• Novel pop pesantren mulai tumbuh sejak tahun 2000-an, diawali dengan munculnya beberapa novel karya Sachree M. Daroini.
• Pada tahun 2005 LKiS Pelangi Aksara membuat lini baru yang bernama Matapena yang menerbitkan novel pop pesantren
Mengapa novel pop pesantren lahir?
• Adanya keinginan untuk mengimbangi maraknya novel pop Islami yang laku keras di pasaran
• Usaha santri untuk menunjukkan sisi lain pesantren yang mengarah kepada pop-culture
• Kejelian penerbit dalam membidik pangsa pasar
• Dalam pameran buku, hingga akhir tahun 2008 buku-buku terbitan Matapena lebih laku dibandingkan buku-buku terbitan LKiS lainnya
Mengapa kita suka novel pop pesantren?
Kita (santri) merasa membaca dunia kita sendiri.
***
Banyak kalangan elit sastra yang cenderung 'mengejek' akan keberadaan sastra pop, termasuk sastra pop pesantren. Budi Darma dalam esainya "Sastra Mutakhir Kita" (Horison, Februari 2000) menyatakan kekhawatirannya bahwa dengan industri, keberadaan sastra pop bukan hanya sekedar keberadaan, melainkan juga kekuatan yang akan menggeser keberadaan sastra serius". Kiranya ini adalah suatu kekahawatiran yang agak berlebihan. Sementara, St Sunardi (2006) mengatakan" dalam setiap kebudayaan pop ada suatu jaringan kekuatan. Namun bagaimana kebijakan kita mengarahkannya untuk kepentingan-kepentingan kemanusiaan."
Dalam konteks sastra pesantren terlihat bahwa relasi sastra serius pesantren dan sastra pop pesantren cenderung bersifat hierarkis, sinergis dan interdependen; bahwa dari minat terhadap karya sastra pop yang ringan itulah embrio tradisi membaca bisa terbangun. Karena itu animo masyarakat dan kalangan santri terhadap sastra pop pesantren tetaplah harus kita pandang positif. Bahkan penyair Jamal D Rahman dalam sebuah perbincangan tentang proses kreatifnya, mengaku mendapat modal senang membaca karena awalnya keranjingan membaca novel-novel 'kacangan' Freddy. S, tapi seiring dengan waktu dan intelegensinya yang terus berkembang ia pun beralih membaca dan menulis karya sastra sufistik yang high-quality.
Sastra pop juga berfungsi untuk 'latihan pemula', dan ini akan melanggengkan tradisi bersastra (baik kepenulisan maupun apresiasi) sehingga kelanjutannya terjaga. bukankah hanya dengan hal itu bahasa keaksaraan di pesantren bisa hidup, menyala dan terus memberi sumbangan-sumbangan berarti bagi peradaban?
Diatas adalah ringkasan dari diskusi yang disampaikan oleh Mas Pekik Nursasongko yang sedikit saya tambahi dari beberapa artikel yang ditulis oleh cendekiawan muda kita mengenai novel pop pesantren.
***
Demikian-lah teman-teman postingan tentang diskusi novel pop pesantren di MA Ali Maksum, Krapyak. Yang kemudian dilanjutkan dengan sesi kesan, pesan, dan tindakan setelah diskusi ini. Sesi terkahir dari diskusi remaja ini, adalah foto bersama (bisa dilihat pada foto diatas).
***
Oke, Blogger’s, mungkin sekian dulu postingan saya malam ini.
Ngantuk sekali rasanya mala mini, sehingga entah saya tidak terlalu memperhatikan kata perkata, kalimat per kalimat, dan paragraf per paragraf dalam postingan di atas.
Jadi map sekali jika ada kesalahan tulisan atau kesalahan yang berbentuk ejekan, hinaan, umpatan (sama aja bung!).
Untuk malam ini saya cukupkan dulu postingannya.
Semoga bermanfaat,
Salam karya dan Hiduplah!
0 kritikan:
Posting Komentar
Tempat Menghujat