Selamat hujan. Seperti orang tua sering katakan, bahwa Januari pertanda hujan sehari-hari. Memang benar, bertahun-tahun menjumpai Januari memang seperti itu, hanya sedikit yang tidak. Tidak lengkap jika ada panas, namun tak ada hujan. Maka dari itu, saya merasa berterima kasih kepada Tuhannya hujan, hujannya Januari.
Hujan pasti selalu digambarkan dengan air yang berjatuhan dari langit-langit gelap (terkadang langit terang juga). Itu memang benar, tidak mungkin tidak, meskipun tidak itu hanya godaan langit yang genit. Akan tetapi, ada banyak orang juga yang memaknai hujan tidak seperti biasanya orang. Ada yang memaknai hujan itu sebagai lambang kesedihan. Seperti sajak Anxietas:
hujan yang turun malam hari hantarkan dingin ke ruang ini,
ada juga kerinduan dan kegalauan, menusuk-nusuk ke dalam dada
bersama gemerisik radio, berbisik-bisik nyanyikan lagu lama
"mengapa tetap tersimpan kesedihan?"
hanya kebisuan yang menjawab tanya
karena kepedihan sukar diceritakan sebabnya,
karena bertumpuk kegalauan dalam alam bawah sadar,
karena setiap saat memandang kenyataan senantiasa menikam
'kau pemimpi. kau lebur dalam dunia ideamu sendiri..."
Cilegon- Malang, 1997
ada juga kerinduan dan kegalauan, menusuk-nusuk ke dalam dada
bersama gemerisik radio, berbisik-bisik nyanyikan lagu lama
"mengapa tetap tersimpan kesedihan?"
hanya kebisuan yang menjawab tanya
karena kepedihan sukar diceritakan sebabnya,
karena bertumpuk kegalauan dalam alam bawah sadar,
karena setiap saat memandang kenyataan senantiasa menikam
'kau pemimpi. kau lebur dalam dunia ideamu sendiri..."
Cilegon- Malang, 1997
